PARA KADES KABUPATEN TAPANULI TENGAH KAYA MENDADAK
Tapteng, Cahayanews.com
Para Kepala Desa (Kades) se Kabupaten Tapanuli Tengah saat ini menjadi Kaya Mendadak, ketiban rezeki dari Dana Desa yang bersumber Dana APBN mulai Tahun Anggaran 2015-2016. Ketika hal itu dihimpun oleh TIM Investigasi LSM ACI dilapangan dibeberapa Desa dan Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah para Kades berlomba-lomba membeli Mobil Mewah dari hasil Dana Desa tersebut. Dan melaporkan hasil liputan pada Ketua DPD LSM ACI Kabupaten Tapanuli Tengah Safran Situmeang dan di Amini Sekretaris DPD LSM ACI Kabupaten Tapanuli Tengah TS Mangapul Siahaan,SP saat dikomfirmasi Awak Koran ini (27/10) di Pandan.
Menurut keterangan dibeberapa Desa dari Tokoh masyarakat, bahwa para Kades saat ini bagaikan orang yang sangat terkaya di Desa itu dan menunjukkan sikap tidak terpuji pada masyarakat Desa itu. Salah satu kepala Desa yang sangat Angkuh dan Sombong adalah Ibnu Yazid Kepala Desa Kampung Solok Kecamatan Barus. Bahkan sangat allergi sama Insan Pers dan oknum LSM, apabila Insan Pers dan LSM yang datang dari luar Kota Barus mau Komfirmasi atau Klarifikasi sama beliau sangat sulit untuk bertemu. Kalaupun yang dapat ditemui oleh Insan Pers atau Oknum LSM hanya aparat Desa yaitu, oknum LPM, Kepemudaan dan ketika ditanya mereka hanya mengatakan Kades diluar Kota.
Desa Kampung Solok Kecamatan Barus mendapat kucuran Dana Desa Tahun Anggaran (TA) 2016 dengan Pagu sebesar Rp 596.645.000,- dipotong untuk Biaya Kegiatan Pemberdayaan sebesar Rp 19,500.000,- dan Biaya Operasional sebesar Rp 43.441.021,51, serta Pajak PPN + PPh 11,5 % sebesar Rp 61.375.957,53,- Total sisa Anggaran yang di pergunakan untuk kegiatan Rabat Beton, Drainice atau pemelesteran Parit sebesar Rp 472.328.979.04,- apabila benar Pajak sebesar itu disetor ke perpajakan melalui Kantor Pos atau Bank masih tanda tanya Ujar Sekretaris LSM ACI Timbul Saor Mangapul Siahaan, SP dengan tegas.
Mengacu dari keterangan dari beberapa Desa dan Kecamatan, bahwa pembayaran Pajak PPN dan PPh hanya berdasarkan Biaya Belanja Material diantaranya, Belanja Semen, Pasir, Batu Koral dan belanja yang kecil antara lain: sendok semen, skop, cangkul, martil besar, kecil , paku, linggis, ayakan pasir, dan dari jenis kayu merah (sembarangan) Papan serta Broti. Dan dari jenis bahan bahan itu belum tentu semuanya yang dibelanjakan oleh Kades sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Desa.
Bagaimanapun para tenaga pekerja tentu membawa alatnya masing-masing, apalagi bagian kepala tukang sudah jelas ada semua jenis alat untuk bertukang. Jikalaupun ada Kades yang membuat laporan biaya belanjanya seperti yang tertuang diatas selain jenis kayu, semua itu adalah rekayasa atau sengaja di (Mark-up). Itupun perlu juga di pertanyakan mengenai hal harga kayu dan jenis apa kayu di pakai. Mungkin saja dipakai dari jenis kayu kelapa, atau kayu sembarangan, sementara harga biaya belanja sangat digelumbungkan sampai Rp 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) atau Rp 7.500.000,- (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) per satu meter kubik Ucap Sekjen ACI mengharap kepada BPKP dalam mengaudit secara Profesional dan takut sama Tuhan.
Karena pada saat ini tidak ada lagi yang dapat dipercayai oleh masyarakat awam, walaupun Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mencanagkan Revolusi mental. Namun dalam pelaksanaannya bagi penyelenggara Institusi Pemerintah belum ada perubahan secara sifnikan yang dapat dirasakan Publik ketika berurusan dengan para oknum di Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota.
Padahal Presiden Jokowi sudah sangat berupaya untuk menghapus yang namanya Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan sejenis Pungli dijajaran Pemerintahan. Sudah barang tentu Program Revolusi Mental itu menjadi Stagnasi, apabila hanya Presiden yang melaksanakan dari bagian penegak hukum menjadi penonton budiman.
Hal itu dapat dibuktikan saat ini, contohnya banyak pejabat Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak menerima ketentuan UU RI No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), UU RI No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik bahkan sudah diatur dengan Standar Operasi Pelayanan, (SOP) dan sanksinyapun telah diatur dalam UU RI No 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Seolah olah pihak penyelenggara Negara ini tidak peduli dan tidak tanggap serta tidak berkenan menerima terbitnya dari berbagai UU RI yang Pro atau berpihak pada masyarakat awam atau rakyat kecil, Ujar Safran tegas.
Lanjut Safran, semua itu dapat dibuktikan bahwa penyelenggara Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota masih banyak para oknum Insatansi terkait tidak mau mengindahkan UU RI No 14 tahun 2008 tentang KIP, UU RI No 40 tahun 1999 tentang kebebasan Pers, UU RI No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, UU RI No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Bahkan ada Pejabat Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak mau menerima surat Klarifikasi dari LSM atau dari Pers, bahkan nyaris terjadi komplin adu jotos diantara penerima surat dengan pemberi surat yang merasa pihak penyelenggara bersih dari unsur KKN.
Memahami untuk membasmi Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam UU RI No 20 tahun 2001 Tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yakni; Pengawas Proyek membiarkan perbuatan curang adalah korupsi. Rumusan Korupsi perbuatan curang dikenakan pada pasal 7 ayat (1) huruf b UU RI No 20 Tahun 2001 berasal dari pasal 387 ayat (2) KUHP yang dirujuk dalam pasal 1 ayat (1) huruf c UU RI No 3 tahun 1971, dan pasal 7 UU RI No 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi yang kemudian dirumuskan ulang pada UU RI No 20 Tahun 2001.
Dan dapat dipidana paling singkat dua tahun dan paling lama 7 tahun, dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,- (Tiga Ratus Lima Puluh Juta Rupiah). Hal pidana sebagaimana dimaksud Karena Pengawas Proyek Membiarkan Perbuatan Curang Adalah Korupsi, apalagi terjadi pengurangan bahan material yang mengakibatkan mutu kualitas proyek sangat rendah, mungkin saja dikenakan pasal berlapis apabila dapat ditemukan bukti yang akurat Ujar Safran tegas..
Padahal dilembaga Institusi dimaksud banyak diduga hal-hal Dugaan Korupsi atau penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dilakukan oleh para oknum yang rakus dan tamak. Tentu para kuli tinta (Pers) dan LSM memulai aktifitasnya dalam melaksanakan sebagai Sosial Kontrol karena diduga disalah satu Insatansi dimaksud ada penyalahgunaan wewenang dan jabatan. Ketika hal ini diklarifikasi secara tertulis ke Instansi di maksud timbul masalah dan persoalan yang tak masuk diakal dan menolak tidak mau menerima surat dimaksud. Ujar Safran mau jadi Negara apa Negara kita ini ya???.(SS/TIM RED)
Para Kepala Desa (Kades) se Kabupaten Tapanuli Tengah saat ini menjadi Kaya Mendadak, ketiban rezeki dari Dana Desa yang bersumber Dana APBN mulai Tahun Anggaran 2015-2016. Ketika hal itu dihimpun oleh TIM Investigasi LSM ACI dilapangan dibeberapa Desa dan Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah para Kades berlomba-lomba membeli Mobil Mewah dari hasil Dana Desa tersebut. Dan melaporkan hasil liputan pada Ketua DPD LSM ACI Kabupaten Tapanuli Tengah Safran Situmeang dan di Amini Sekretaris DPD LSM ACI Kabupaten Tapanuli Tengah TS Mangapul Siahaan,SP saat dikomfirmasi Awak Koran ini (27/10) di Pandan.
Menurut keterangan dibeberapa Desa dari Tokoh masyarakat, bahwa para Kades saat ini bagaikan orang yang sangat terkaya di Desa itu dan menunjukkan sikap tidak terpuji pada masyarakat Desa itu. Salah satu kepala Desa yang sangat Angkuh dan Sombong adalah Ibnu Yazid Kepala Desa Kampung Solok Kecamatan Barus. Bahkan sangat allergi sama Insan Pers dan oknum LSM, apabila Insan Pers dan LSM yang datang dari luar Kota Barus mau Komfirmasi atau Klarifikasi sama beliau sangat sulit untuk bertemu. Kalaupun yang dapat ditemui oleh Insan Pers atau Oknum LSM hanya aparat Desa yaitu, oknum LPM, Kepemudaan dan ketika ditanya mereka hanya mengatakan Kades diluar Kota.
Desa Kampung Solok Kecamatan Barus mendapat kucuran Dana Desa Tahun Anggaran (TA) 2016 dengan Pagu sebesar Rp 596.645.000,- dipotong untuk Biaya Kegiatan Pemberdayaan sebesar Rp 19,500.000,- dan Biaya Operasional sebesar Rp 43.441.021,51, serta Pajak PPN + PPh 11,5 % sebesar Rp 61.375.957,53,- Total sisa Anggaran yang di pergunakan untuk kegiatan Rabat Beton, Drainice atau pemelesteran Parit sebesar Rp 472.328.979.04,- apabila benar Pajak sebesar itu disetor ke perpajakan melalui Kantor Pos atau Bank masih tanda tanya Ujar Sekretaris LSM ACI Timbul Saor Mangapul Siahaan, SP dengan tegas.
Mengacu dari keterangan dari beberapa Desa dan Kecamatan, bahwa pembayaran Pajak PPN dan PPh hanya berdasarkan Biaya Belanja Material diantaranya, Belanja Semen, Pasir, Batu Koral dan belanja yang kecil antara lain: sendok semen, skop, cangkul, martil besar, kecil , paku, linggis, ayakan pasir, dan dari jenis kayu merah (sembarangan) Papan serta Broti. Dan dari jenis bahan bahan itu belum tentu semuanya yang dibelanjakan oleh Kades sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Desa.
Bagaimanapun para tenaga pekerja tentu membawa alatnya masing-masing, apalagi bagian kepala tukang sudah jelas ada semua jenis alat untuk bertukang. Jikalaupun ada Kades yang membuat laporan biaya belanjanya seperti yang tertuang diatas selain jenis kayu, semua itu adalah rekayasa atau sengaja di (Mark-up). Itupun perlu juga di pertanyakan mengenai hal harga kayu dan jenis apa kayu di pakai. Mungkin saja dipakai dari jenis kayu kelapa, atau kayu sembarangan, sementara harga biaya belanja sangat digelumbungkan sampai Rp 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah) atau Rp 7.500.000,- (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) per satu meter kubik Ucap Sekjen ACI mengharap kepada BPKP dalam mengaudit secara Profesional dan takut sama Tuhan.
Karena pada saat ini tidak ada lagi yang dapat dipercayai oleh masyarakat awam, walaupun Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mencanagkan Revolusi mental. Namun dalam pelaksanaannya bagi penyelenggara Institusi Pemerintah belum ada perubahan secara sifnikan yang dapat dirasakan Publik ketika berurusan dengan para oknum di Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota.
Padahal Presiden Jokowi sudah sangat berupaya untuk menghapus yang namanya Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan sejenis Pungli dijajaran Pemerintahan. Sudah barang tentu Program Revolusi Mental itu menjadi Stagnasi, apabila hanya Presiden yang melaksanakan dari bagian penegak hukum menjadi penonton budiman.
Hal itu dapat dibuktikan saat ini, contohnya banyak pejabat Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak menerima ketentuan UU RI No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), UU RI No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik bahkan sudah diatur dengan Standar Operasi Pelayanan, (SOP) dan sanksinyapun telah diatur dalam UU RI No 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Seolah olah pihak penyelenggara Negara ini tidak peduli dan tidak tanggap serta tidak berkenan menerima terbitnya dari berbagai UU RI yang Pro atau berpihak pada masyarakat awam atau rakyat kecil, Ujar Safran tegas.
Lanjut Safran, semua itu dapat dibuktikan bahwa penyelenggara Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota masih banyak para oknum Insatansi terkait tidak mau mengindahkan UU RI No 14 tahun 2008 tentang KIP, UU RI No 40 tahun 1999 tentang kebebasan Pers, UU RI No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, UU RI No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Bahkan ada Pejabat Provinsi, Kabupaten, dan Kota tidak mau menerima surat Klarifikasi dari LSM atau dari Pers, bahkan nyaris terjadi komplin adu jotos diantara penerima surat dengan pemberi surat yang merasa pihak penyelenggara bersih dari unsur KKN.
Memahami untuk membasmi Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam UU RI No 20 tahun 2001 Tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yakni; Pengawas Proyek membiarkan perbuatan curang adalah korupsi. Rumusan Korupsi perbuatan curang dikenakan pada pasal 7 ayat (1) huruf b UU RI No 20 Tahun 2001 berasal dari pasal 387 ayat (2) KUHP yang dirujuk dalam pasal 1 ayat (1) huruf c UU RI No 3 tahun 1971, dan pasal 7 UU RI No 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi yang kemudian dirumuskan ulang pada UU RI No 20 Tahun 2001.
Dan dapat dipidana paling singkat dua tahun dan paling lama 7 tahun, dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,- (Tiga Ratus Lima Puluh Juta Rupiah). Hal pidana sebagaimana dimaksud Karena Pengawas Proyek Membiarkan Perbuatan Curang Adalah Korupsi, apalagi terjadi pengurangan bahan material yang mengakibatkan mutu kualitas proyek sangat rendah, mungkin saja dikenakan pasal berlapis apabila dapat ditemukan bukti yang akurat Ujar Safran tegas..
Padahal dilembaga Institusi dimaksud banyak diduga hal-hal Dugaan Korupsi atau penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dilakukan oleh para oknum yang rakus dan tamak. Tentu para kuli tinta (Pers) dan LSM memulai aktifitasnya dalam melaksanakan sebagai Sosial Kontrol karena diduga disalah satu Insatansi dimaksud ada penyalahgunaan wewenang dan jabatan. Ketika hal ini diklarifikasi secara tertulis ke Instansi di maksud timbul masalah dan persoalan yang tak masuk diakal dan menolak tidak mau menerima surat dimaksud. Ujar Safran mau jadi Negara apa Negara kita ini ya???.(SS/TIM RED)