Komitmen DPRD Medan Mengawal Penerapan Perda Cagar Budaya

Share:
Medan, CN.com –  Kota Medan sebagai salah satu kota tertua di Indonesia dengan usia yang kini memasuki 426 tahun, tentu memiliki beraneka ragam peninggalan budaya serta peradaban bangsanya.

Menurut catatan Badan Warisan Sumatera (BWS), hingga kini masih terdapat 40 bangunan tua individu serta 15 bangunan tua berkelompok yang belum terlindungi karena belum masuk ke dalam daftar bangunan bersejarah yang dilindungi di Kota Medan.

Selain itu, bangunan-bangunan tua yang berdiri di tiga kawasan lainnya yang juga belum terlindungi, yakni bangunan-bangunan di Kawasan Polonia, Kota Lama Labuhan Deli, serta kawasan perumahan dan pergudangan di Pulo Brayan.

Selain Mesjid Raya Al Mashun, di ibu kota Provinsi Sumatera Utara (Sumut) ini tepatnya di Jalan Sisingamangaraja masih berdiri kokoh menara air PDAM Tirtanadi yang sering dijadikan ikon kota Medan.

Pada tembok menara air tersebut masih melekat prasasti yang menyebutkan menara air peninggalan pemerintahan kolonial Belanda itu dibangun pada tahun 1908.

Selain itu, di seputaran Kesawan dan sekitarnya terdapat gedung Balai Kota Medan lama, Kantor Pos Besar, gedung Bank Indonesia, bangunan kantor eks London Sumatera (Lonsum), rumah Tjong A Fie, bangunan Gereja Katolik, Museum Gedung Joeang 45, restoran Tip-top, Titi Gantung di sekitar Stasiun Besar Kereta Api dan bangunan eks Rumah Sakit Tembakau Deli di Jalan Putri Hijau.

Ironisnya, bangunan dan gedung bersejarah di Kota Medan secara perlahan mulai menghilang serta terbengkalai seiring dengan pertumbuhan pesat perekonomian dan bisnis di daerah Kesultanan Deli tersebut.

Padahal, di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, disebutkan bahwa pelestarian cagar budaya bertujuan, yakni melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia, serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui cagar budaya.

Selain itu, memperkuat kepribadian bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat,dan mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.

Hal yang membuat miris terhadap bangunan bersejarah di Medan, adalah banyaknya bangunan bersejarah di kota ini yang telah ditelantarkan dan dihancurkan untuk diganti dengan bangunan baru seperti bangunan pencakar langit sebagai salah satu brand kota metropolis.

Seharusnya, meski bangunan cagar budaya itu tidak bisa dipertahankan hingga 100 persen, setidaknya harus disisakan beberapa bagian aslinya yang mewakili gaya arsitektur bangunan tersebut untuk dipertahankan.

Ketua Pelaksana Harian Badan Warisan Sumatera,  Hairul, mengatakan kebijakan untuk melindungi gedung/bangunan bersejarah di Medan mengalami kemunduran.

Dia mencontohkan, Perda Nomor 6 Tahun 1988 tentang Perlindungan Bangunan Tua, hanya menyebut dua tempat bersejarah, yakni kawasan Ahmad Yani dan Pusat Pasar.

Pihaknya turut mendorong dilakukannya revisi perda tersebut, maka lahirlah Perda Nomor 2 Tahun 2012, namun justru di dalamnya tidak ada dilampirkan satu pun gedung/bangunan bersejarah di dalamnya.

Peraturan Daerah
Patut diketahui, sejumlah cagar budaya yang tersebar di sejumlah lokasi di Kota Medan itu sudah terlindungi hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pelestarian Bangunan dan Lingkungan Cagar Budaya.

Penerbitan Perda itu merupakan salah satu komitmen DPRD Kota Medan untuk terus mendorong Pemerintah Kota (Pemko) Medan agar memiliki keinginan kuat untuk melindungi bangunan dan kawasan bersejarah demi identitas serta pengembangan ilmu dan pengetahuan.

Selain itu, cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs dan kawasan pada tingkat tertentu perlu dikelola oleh pemerintah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan cagar budaya agar dapat tetap terpelihara secra baik.

Terkait keberadaan bangunan bersejarah tersebut, Pemko Medan terus melakukan pendataan dan pelestarian yang disinergikan dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya seperti Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata.

“Sampai dengan saat ini Kota Medan merupakan salah satu Kota yang termasuk dalam jaringan kota pusaka,” kata Kepala Bidang Fisik dan Tata Ruang Bappeda Kota Medan, Fery Ikhsan.

Disebutkannya, sejak tahun 2015 lalu Medan juga sudah memiliki Perda Pelestarian Bangunan dan lingkungan cagar budaya di Kota Medan.

Kalangan legislator di DPRD Kota Medan ternyata memiliki tekad dan komitmen yang sama untuk mempertahankan keberadaan bangunan bersejarah dan selanjutnya dikelola menjadi situs wisata.

Upaya yang dilakukan DPRD Kota Medan adalah memberikan masukan-masukan kepada Pemerintah Kota Medan mengenai visi mereka terhadap bangunan-bangunan tua tersebut.

Ketua Komisi C DPRD Kota Medan, Hendra DS berharap, Dinas Kebudayaan setempat bersama instansi terkait lainnya perlu lebih giat lagi menggali beragam potensi kebudayaan dan unsur kebudayaan di Medan, sehingga  kebudayaan yang selama ini seperti mati suri, dapat kembali hidup.

“Potensi kebudayaan lokal itu dapat diambil dari berbagai lokasi yang memiliki nilai sejarah dan dapat dijadikan sebagai pusat penelitian bagi siapa saja yang ingin mengetahui sejarah di lokasi tersebut,” ucap politisi Hanura ini.

Hendra juga sependapat jika Medan diarahkan menjadi tujuan wisata `heritage, karena memiliki jumlah bangunan cagar budaya yang cukup banyak.

Diakuinya, dalam memelihara bangunan bersejarah di kota itu memang membutuhkan peranan semua pihak.

Jika ada keterbatasan dana APBD untuk merawat bangunan cagar budaya, lanjutnya, Pemko Medan bisa menggandeng swasta.

Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Medan Ilhamsyah (tengah) didampingi Ketua Fraksi PDIP DPRD Medan, Boydo HK. Panjaitan (kanan) dan Ketua Fraksi Gerindra Ikhwan Ritonga (kiri), memimpin rapat dengan agenda membahas keberadaan bangunan bersejarah eks Rumah sakit Tembakau Deli, di gedung

Sementara Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Medan, Ilhamsyah mengungkapkan, salah satu bangunan bersejarah yang kondisinya memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian serius, diantaranya eks Rumah Sakit Tembakau Deli.

Ia meminta Pemko Medan segera mengambil alih lahan dan bangunan rumah sakit milik PTPN itu agar bangunan bersejarah tersebut dapat dilestarikan.

Bangunan tersebut, kata dia, masih terdaftar sebagai bangunan bersejarah, sebagaimana ditegaskan dalam Perda Kota Medan No 2 Tahun 2012.

Sementara itu, anggota DPRD Kota Medan, Jumadi menyatakan sepakat bahwa cagar budaya harus dijaga dan dilestarikan agar tidak terlupakan oleh perkembangan zaman.

Pemko Medan, lanjutnya, harus menjadikan warisan budaya atau heritage berupa bangunan-bangunan bersejarah tersebut sebagai nilai plus Kota Medan ke luar daerah.

“Potensi keunggulan heritage ini perlu dimaksimalkan sebagai upaya meningkatkan daya saing kota (Medan),” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. (bm)

 
Share:
Komentar

Berita Terkini