Eksistensi dan Konsistensi Bank Swasta Asing di Tengah Gempuran Himbara BUMN Sang Adidaya

Share:
Foto ilustrasi (ist) 
CAHAYANEWS.COM - Negara kita saat ini tengah diliputi oleh glowing effect ekonomi berupa keterpikatan dari negara-negara maju didalam penempatan asset jangka panjang mereka terhadap proses pembangunan tanah air kita. Sebagai salah satu unsur pemikatnya adalah pertumbuhan rata-rata product domestic growth dari negara kita ini. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan data product domestic growth saat ini adalah mencapai 5% per tahun.

Dengan tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut, sektor industri keuangan menjadi daya tarik yang luar biasa bagi investor mancanegara. Hal tersebut ditenggarai oleh berbagai sinyal dan spekulasi tentang banyaknya pendanaan yang dibutuhkan didalam proses mendirikan hingga mengembangkan suatu industri usaha di republik tercinta ini.

Diantara sumber pendanaan tersebut salah satunya adalah pembiayaan dan kredit dari perbankan. Dari sanalah terbentuk persepsi bahwa perbankan merupakan cerminan dari kondisi ekonomi suatu negara. Berbicara mengenai perbankan, pastilah yang terlintas dibenak para pelanggan pasar keuangan nasional adalah kedigdayaan dari Himbara BUMN, dengan sang jawara BRI sebagai jagoan ritelnya. Wajar jika kita mengingat hampir keseluruhan dari Himbara tersebut mendapatkan mandat langsung dari pemerintah untuk memacu laju perekonomian dan usaha industri masyarakat kita.

Meski demikian, didalam kesempatan ini saya tidak akan berbicara seputar kedigdayaan Himbara tersebut, karena sudah barang tentu tidak akan menarik dan sudah terbiasa dibahas diberbagai forum media mainstream. Akan tetapi disini saya akan membawa anda mengamati bank lain diluar Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) BUMN yang memungkinkan menambah perbendaharaan wawasan awam atas industri perbankan di Indonesia.

Ada dua bank yang belakangan ini mulai menjadi perbincangan para investor lokal, dua bank dengan latar belakang struktur permodalan asing, yang dianggap bergerak tumbuh dengan begitu fenomenal. Kedua bank tersebut adalah CIMB Niaga dan OCBC Nisp. Melalui beberapa model rasio perbandingan, kita harapkan nantinya dapat menggambarkan peta persaingan comparable dari iklim perbankan selanjutnya di negera tercinta kita ini. Ayo, langsung saja kita mulai.

Sejarah berhasil mencatatkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, Dana Pihak Ketiga pada bank OCBC Nisp kerap kali bertumbuh dengan indikasi Compound Annual Growth Rate sebesar 11%. Dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga senilai Compound Annual Growth Rate 3.7%. Dana Pihak Ketiga OCBC bertumbuh konsisten dari Rp 68,9 triliun pada 2013 menjadi Rp 176,1 triliun di 2022. Sedangkan CIMB Niaga berhasil menumbuhkan Dana Pihak Ketiga dari Rp 163,7 triliun pada 2013 menjadi Rp 227,2 triliun di 2022. Pada aspek ini perolehan OCBC (11%), tentunya jauh lebih tinggi dibandingkan CIMB (3.7%). Apabila kita tinjau sisi Current Account Saving Account, OCBC berhasil meningkatkan rasio dari 38.9% menjadi 54.6%. Sama halnya dengan CIMB yang berhasil meningkatkan Current Account Saving Account dari 44% menjadi 63.6%. Dalam hal ini, CIMB jauh lebih unggul dibanding OCBC, yang berarti dari sisi biaya lebih murah cost of fund mereka dibanding OCBC.

Target analisa kita berikutnya adalah Kredit Yang Disalurkan atau yang di istilahkan dengan Loans, hingga komponen pendukungnya yang dikenal dengan sebutan Loans to Deposit Ratio atau LDR. OCBC Nisp berhasil menumbuhkan loan dari Rp 64 triliun pada 2013 menjadi Rp 137,6 triliun pada di 2022. CIMB Niaga berhasil menumbuhkan loan dari Rp 157 triliun pada 2013 menjadi 196,6 triliun pada di 2022. Indikator berikutnya adalah Compound Annual Growth Rate, dimana OCBC membukukan sebesar 8.9% sedangkan CIMB hanya 2.5%. Namun dari sisi LDR, OCBC hanya berhasil menyalurkan 77.2% dari total Dana Pihak Ketiga. Sedangkan CIMB berhasil menyalurkan 85.6% dari total DPK. Secara teori hal ini baik bagi OCBC dikarenakan masih punya ruang jelajah yang tersisa lebih banyak dibanding CIMB didalam menyalurkan kreditnya.

Jika kita lihat secara historis, diantara OCBC dan CIMB, dalam kondisi normal sebelum pandemi dapat menyalurkan lebih dari 90% Dana Pihak Ketiga. Tahun 2020 memang menjadi tahun yang berat di mana Loans to Deposit Ratio OCBC turun jauh menjadi 71.8% saja dan Loans to Deposit Ratio CIMB turun menjadi 82.9%. Namun dengan perbaikan ekonomi pada tahun 2022, sudah terlihat peningkatan menuju rasio yang normalnya. Harapannya kedua bank ini dapat mengembalikan Loans to Deposit Ratio menjadi di atas 90% ke depannya.

Indikator berikutnya, Net Interest Margin dimana tahun 2022, perolehan yang berhasil dicatatkan OCBC sebesar 4%, sedangkan CIMB sebesar 4.7%. Rata-rata NIM OCBC ini memang berada di kisaran 4%. Sedangkan NIM CIMB sekitar 5%. Hal ini wajar mengingat indikator sebelumnya tadi CIMB Niaga memiliki rasio Current Account Saving Account yang lebih tinggi dibandingkan OCBC. Berikutnya yaitu interest income dan non interest income, dimana OCBC Nisp tumbuh dari sebelumnya 4 triliun pada 2013 menjadi Rp 10,6 triliun di 2022. Begitupula CIMB Niaga yang berhasil tumbuh dari sebelumnya 13,6 triliun menjadi Rp 18,9 triliun. Compound Annual Growth Rate OCBC 11.4% vs CIMB Niaga sebesar 3.7%. Uniknya, pada tahun 2020 ketika pandemi, ternyata OCBC tetap berhasil menumbuhkan operating income ketika rata-rata bank lain mengalami penurunan operating income termasuk salah satunya CIMB Niaga.

Pada tahun 2022, perolehan data untuk Non Performing Loans gross ratio OCBC Nisp (2.4%) lebih baik dibanding CIMB Niaga (2.8%). Namun NPL net ratio OCBC (1%) kalah dibanding CIMB (0.8%). Dalam hal ini, menurut saya CIMB lebih baik dibanding OCBC. Pengamat lebih suka melihat Non Performing Loans net dimana terjadi kondisi rasio kredit macet yang dikategorikan telat bayar di atas 180 hari. Non Performing Loans gross memperhitungkan rasio kredit yang telat bayar di atas 90 hari. Nyatanya masih banyak yang akhirnya bisa membayar sebelum mencapai 180 hari.

Jadi untuk perbandingan kinerja Non PerformingLoans, lebih relevan membandingkan Non Performing Loans net karena ini yang risiko gagal bayarnya cukup tinggi. Menariknya lagi, hingga tahun 2021, kisaran Non Performing Loans net CIMB biasanya sekitar 1% - 2%. Dan kisaran Non Performing Loans net OCBC berada pada sekitaran 0.8% - 1%. Akan tetapi tahun 2022, CIMB berhasil mengalahkan OCBC dalam hal Non Performing Loans net. Hal itu berarti saat ini CIMB Niaga lebih terukur didalam memilih pihak-pihak yang layak diberikan pinjaman.

Membahas tentang biaya operasional berdasarkan data historical, OCBC Nisp memang dari dulu selalu lebih mumpuni bila dibandingkan dengan CIMB Niaga. Hal ini dapat dilihat dari kisaran Beban Operasional/Pendapatan Operional OCBC sekitar 70% - 80%. Sedangkan CIMB secara rata-rata berada di atas 80%. Namun pada tahun 2022, CIMB Niaga berhasil menurunkan komponen tersebut menjadi 74.1%. Suatu pencapaian yang tidak boleh diremehkan bagi CIMB. Pada saat yang sama Biaya Operasional/Pendapatan Operasional OCBC tahun 2022 adalah 71.1%. Overall keduanya secara jangka panjang berhasil menurunkan komponen biaya tersebut. Namun OCBC tetap masih unggul sejauh ini. Sangat menarik untuk kita lihat apakah CIMB dapat mengungguli OCBC juga dalam hal Biaya Operasional/Pendapatan Operasional, sebagaimana CIMB mengimbangi Non Performing Loans daripada OCBC.

Melalui seluruh perhitungan indikator di atas, tersisa pertanyaan tentang bagaimanakah bottom line dari keduanya? Laba bersih OCBC Nisp bertumbuh semula Rp 1,1 triliun pada 2013 menjadi Rp 3,3 triliun di 2022. Sedangkan laba bersih CIMB Niaga tumbuh dari Rp Rp 4,3 triliun pada 2013 menjadi Rp 5 triliun di 2022. Compound Annual Growth Rate OCBC sebesar 12.6% sedangkan CIMB hanya 1.8%. Hal ini wajar dikarenakan kinerja CIMB tidak terlalu konsisten sebagaimana OCBC. Kadang naik, kadang turun. Earnings predictability dari OCBC juga cukup tinggi yaitu 89.3%. Sedangkan predictability dari CIMB hanya 46.9%. Kenapa growth laba bersih OCBC lebih baik daripada CIMB? Tentunya hal ini memang tercermin dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan kredit yang disalurkan. Jadi walaupun CIMB lebih unggul dari sisi Current Account Saving Account, Loans Deposit Ratio, Net Interest Margin, dan Non Performing Loans, nyatanya efek pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan kredit disalurkan OCBC tetap memberikan pertumbuhan bottom line yang lebih baik.

Pada analisa umum indikator dari suatu pertumbuhan bisnis, lazimnya hanya melihat pada aspek return on equity saja. Berbeda halnya dengan sektor perbankan yang ternyata komponen return on asset juga cukup sering menjadi bahan pertimbangan investor. Alasannya sederhana, yaitu karena business model daripada industri keuangan yang mana satu dari sekian banyak kegiatan bisnisnya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke pihak yang membutuhkan pinjaman. Oleh karena itu semakin tinggi return on asset, artinya bank tersebut semakin baik dalam menyalurkan pembiayaannya.

Pada suatu momentum tertentu terjadi hal menarik terhadap perbandingan ini. Sampai dengan tahun 2020, OCBC Nisp memiliki return on asset dan return on equity yang lebih baik dari CIMB Niaga. Namun setelah ekonomi Indonesia recover dari pandemi, tahun 2021 dan 2022, CIMB Niaga memiliki return on asset dan return on equity yang lebih baik dari OCBC Nisp.
2020: OCBC roa = 1.5% vs CIMB roa = 1.1%
OCBC roe = 7.5% vs CIMB roe = 5%
Return On Asset & Return On Equity Tahun 2021:
OCBC roa = 1.6% vs CIMB roa = 1.9%
OCBC roe = 8.3% vs CIMB roe = 10.2%
Return On Asset & Return On Equity Tahun 2022 :
OCBC roa = 1.9% vs CIMB roa = 2.2%
OCBC roe  = 10.5% vs CIMB roe = 11.7%
Untuk menarik kesimpulan dalam proses pengambilan keputusan, angka-angka yang bersifat nominal, akan kita konversi ke nominal lembar equitas per tanggal 31 Desember 2022. Kemudian saya coba bandingkan secara head to head emiten per penutupan 14 April 2023 (OCBC = 845; CIMB = 1300). Dan bagi para dividend hunter, saya juga hitungkan dividend yield dengan harga saat ini. Bagi para value investor, saya hitungkan potential capital gain OCBC dan CIMB dengan asumsi PBV wajar = 1X.

Ternyata, Dana Pihak Ketiga dan loans to share price OCBC Nisp lebih unggul dari CIMB Niaga : DPK to share price
OCBC = 9.08X vs CIMB= 7.01X
(Setiap Rp 100 yang kita belanjakan untuk emiten ini, maka akan diperoleh DPK sebanyak Rp 908 untuk OCBC dan Rp 701 untuk CIMB)
Loans to share price
OCBC = 7.1X vs CIMB = 6.06X
(Setiap Rp 100 yang kita belanjakan untuk emiten ini, maka akan diperoleh loans sebanyak Rp 710 untuk OCBC dan Rp 606 untuk CIMB)
Operating Income to share price CIMB Niaga lebih unggul dari OCBC Nisp:
OCBC = 0.55X vs CIMB = 0.58X
(Setiap Rp 100 yang kita belanjakan untuk emiten ini, maka akan menghasilkan operating income sebanyak Rp 55 untuk OCBC dan Rp 58 untuk CIMB). 

Namun earnings to share price dari OCBC Nisp tetap lebih unggul dari CIMB Niaga :
NISP = 5.83X vs BNGA = 6.43X
Earnings to share price OCBC = 0.17X vs CIMB = 0.16X (Setiap Rp 100 yang kita belanjakan untuk emiten ini, maka akan menghasilkan laba bersih sebanyak Rp 17 untuk OCBC dan Rp 16 untuk CIMB). 

CIMB Niaga lebih unggul dari sisi dividend yield pada harga saat ini:
OCBC = 6.9% vs CIMB = 8.9%. Namun bagi para value investor, potential capital gain (asumsi PBV wajar = 1X) untuk OCBC Nisp masih lebih tinggi:
OCBC = 76% vs CIMB = 39%
Potensi capital gain ini didapat dengan posisi net assets per 31 Desember 2022. Seiring berjalannya waktu, tentunya net asset akan semakin bertumbuh seiring kedua emiten ini mencetak laba tiap tahunnya. Saya yakin dari sudut pandang Return On Investasi, keduanya masih akan terus bertumbuh dan memberikan capital gain yang lebih juga untuk ke depannya.

Demikian perbandingan kedua bank papan tengah nasional ini kita bahas. Perlu diingat bahwa analisa ini hanya berdasarkan data historical, bukan pada perhitungan prospek untuk masa yangakandatang.

Namun tidak sedikit pemerhati perbankan yang lebih mengunggulkan OCBC Nisp dikarenakan sejarah pertumbuhan tiga tahun belakangan ini yang ternyata lebih konsisten dibandingkan dengan CIMB Niaga. OCBC Nisp juga cukup terbukti lebih tahan banting ketika terjadi krisis dibandingkan dengan CIMB Niaga.

Kinerja tidak terlalu fluktuatif seperti CIMB Niaga. Bagi saya yang hanyalah seorang mantan pekerja perbankan, bukan ahli seorang ahli perbankan dalam hal ini tentunya dalam hal ini beranggapan bahwa masih banyak juga rasio-rasio perbankan yang sebetulnya dapat dibahas oleh profesional yang lebih berpengalaman. Untk itu saya mempersilahkan tambahan data-data menarik lainnya untuk perbandingan OCBC Nisp dan CIMB Niaga melalui kolom komentar. Silahkan tulis pilihan, pendapat, ataupun data favorit tambahan yang anda miliki pada kolom komentar.

Akhirul kalam, saya ingin berterima kasih kepada anda yang memiliki ketertarikan dalam pembahasan ekonomi kali ini. Tak lupa sukses selalu saya doakan menyertai anda pembaca yang telah meluangkan waktunya, hingga mendapat banyak tambahan manfaat dan keuntungan pengetahuan.

Penulis,
Faisal Umardani Hasibuan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Langsa
Share:
Komentar

Berita Terkini